MOTTO
Jadilah
dirimu. Hidup bukan untuk mendapat pujian orang lain, dan jangan pernah
menyamar hanya untuk dipuji, tapi cobalah untuk jujur walaupun tidak selalu
dipuji.
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan Tugas Akhir
Skripsi ku ini kepada orang-orang yang sangat ku cintai :
1. Kedua Orangtua, sebagai tanda bakti dan hormat atas
segala dukungan dan do’a, cinta kasih yang tak terhingga.
2. Kakak-kakaku tersayang, tiada hari yang paling
mengharukan ketika bisa berkumpul dengan kalian. Meski kita sering berselisih
paham, tetapi hal itu menjadi warna persaudaraan kita yang tak mungkin
dilupakan. Terimakasih atas do’a dan bantuan serta dukungan kalian selama ini.
3. Sahabat terbaik; Lailatul Apriana, Muhammad Rozi,
Moh. Sahid, dan Para teman Seperjuangan Kelas B’13, serta Penghuni BTN
Manunggal NC03. Terimakasih karena telah memberikan banyak warna dalam hidupku.
Mengenal, dan berada di tengah-tengah kalian adalah Anugerah terindah yang
diberikan Allah SWT. Kepadaku.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa terpanjatkan ke hadirat
Allah SWT yeng telah Melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis
Intertekstualitas Ketidakadilan Gender Antara Novel Perempuan Dititik Nol
karya Nawal El Saadawi Dengan Novel Nayla karya
Djenar Maesa Ayu”, Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada kepada junjungan alam Nabi
Besar Muhammad SAW. yang telah membimbing kehidupan dari zaman jahiliyah menuju
zaman kemuliaan.
Penyusunan Skripsi ini dilakukan untuk memenuhi
persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Mataram. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak
mungkin terwujud tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan rasa
hormat kepada
1. Dr. H. Wildan, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
2. Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd. selaku
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Mataram.
3. Drs. H. Khairul Paridi, M. Hum. Selaku Ketua
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Mataram.
4. Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd. selaku
Dosen Pembimbing Akademik.
5. Drs. H.
Sapiin, M.Si Selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberi petunjuk,
arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.
6. Murahim, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II yang
telah banyak memberi petunjuk, arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam
menyusun skripsi ini.
7. Drs. Mari’i, M. Hum. selaku penguji skripsi yang
telah menguji dan mengarahkan penulisan skripsi ini.
8. Dosen Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah yang telah mengajar dan membimbing
peneliti selama perkuliahan.
9. Kedua orangtua yang selalu berdo’a sepenuh hati,
tidak pernah lelah mendidik, dan memberikan cinta yang tulus ikhlas kepada
penulis semenjak kecil.
10. Sahabat dan teman-teman yang telah membantu dan
memberikan dukungan kepada penulis.
11. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu
persatu, telah banyak memberikan bantuan serta dukungan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih
membutuhkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun untuk dapat membantu dalam menyempurnakan skripsi ini.
Semoga yang peneliti sajikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi
peneliti dan kepada pembaca pada umumnya.
Mataram,
Juli 2018
Peneliti
ABSTRAK
Masalah utama yang dikaji dalam penelitian ini
ialah hubungan Intertekstualitas Ketidakadilan Gender dalam novel Perempan Di Titik Nol karya Nawal El
Saadawi dengan novel Nayla karya
Djenar Maesa Ayu. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan
Intertekstual ketidakadilan gender antara kedua novel tersebut. Penelitian
ini menggunakan metode kepustakaan, metode baca, dan metode pencatatan di
dalam hal pengumpulan data. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode
deskriptif analisis, dilakukan
dengan cara mendeskripsikan fakta – fakta yang kemudian disusul dengan
analisis. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimanakah hubungan kedua novel tersebut pada
aspek Marginalisasi, Subordinasi, dan Stereotip yang akan menekankan hubungan
intertekstual ketidakadilan gender pada kedua novel. Berdasarkan hasil penelitian,
dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian ini dibatasi pada
analisis hubungan Intertekstual Ketidakadilan Gender dalam novel Perempuan
di Titik Nol Karya Nawal
El Saadawi dan novel Nayla karya
Djenar Maesa Ayu, yang memfokuskan kajian kepada kedua tokoh dari
masing – masing novel tersebut.
Kata
Kunci : Intertekstualitas,
ketidakadilan gender, novel.
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan hasil kreasi
sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena
kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka ragam baik
yang mengandung aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, kemanusiaan, keagamaan,
moral maupun gender. Adanya daya imajinatif, berbagai realitas kehidupan yang dihadapi sastrawan itu diseleksi,
direnungkan, dikaji, diolah, kemudian diungkapkan dalam karya sastra yang lazim
bermediumkan bahasa.
Sastra yang baik selalu memberikan
cerminan dari sebuah masyarakat. Sastra merupakan sejarah dan juga tidak dapat
dijadikan sumber penulisan sejarah. Akan tetapi, sastrawan yang baik akan
selalu berhasil melukiskan dan mencerminkan zaman dan masyarakat. Sastrawan
yang baik akan dapat menampilkan pengalaman manusia dalam situasi dan kondisi
yang berlaku dalam masyarakat. Karena sastra dan masyarakat saling berkaitan
yang merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan.
Di negara ini saja misalnya, pasti akan
menemukan banyak persamaan tentang bagaimana cara menyikapi sesuatu yang
berhubungan dengan fenomena kehidupan yang dituangkan ke dalam sebuah karya
sastra, meskipun tentunya juga akan dijumpai berbagai macam reaksi dan jawaban
yang berbeda, akibat dari latar belakang yang berbeda, baik dari kondisi dan
situasi masyarakat maupun perorangan, agama, dan sebagainya.
Berkaitan dengan hal tersebut Novel Perempuan
di Titik Nol Karya Nawal El-Saadawi merupakan kisah nyata yang diceritakan
oleh perempuan bernama Firdaus dari sel penjaranya, yang di tempat ini menunggu
pelaksanaan hukuman mati. Sedangkan pada Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu menceritakan
sosok Nayla, adalah kisah fiktif yang penggambaran sosoknya merupakan wanita
kuat nan tangguh dalam menjalani kehidupan yang begitu keras.
Pada novel Perempuan di Titik Nol Karya
Nawal El-Saadawi ini menuangkan tentang masyarakat Mesir sejatinya
menggambarkan kehidupan yang sangat mengharuskan seorang perempuan hanya patuh
terhadap perintah tuannya, begitu pula yang digambarkan pada novel Nayla karya
Djenar Maesa Ayu. Namun seiring perkembangan zaman, yang sekarang berada dalam
taraf transisi, dan juga dalam proses modernisasi. Masalah nilai-nilai
tradisional masih merupakan masalah yang belum terselesaikan, dan malahan di
berbagai masyarakat pada taraf ini terasa seakan-akan amat sulit diselesaikan.
Gender hadir di tengah-tengah
percakapan, gurauan, dan juga sering menjadi akar perselisihan. Pengaruh gender
tertanam kuat di dalam berbagai instuisi, tindakan, keyakinan, dan keinginan
kita sehingga sering kali dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Karena pada
dasarnya perempuan sebagai makhluk sosial dan individu diciptakan dengan
kedudukan dan peranan yang sejajar dengan laki – laki. Kesetaraan atau
kesejajaran tersebut dapat dilihat dari cara para sastrawan dalam
mendeskripsikan tokoh dalam novel. Oleh karena itu, tugas sebagai ilmuwan dan
peneliti adalah mengungkapkan apa yang sering kali tampak sebagai kebenaran
umum, bukan demi menemukan kebenaran yang ada di baliknya, melainkan untuk
menjelaskan bagaimana hal tersebut bisa dianggap benar.
Meskipun telah ada undang-undang
perkawinan yang mengharuskan untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari istri pertamanya.
Jika dia hendak mengawini perempuan lain, tetapi dalam prakteknya ternyata
masih dapat terjadi seorang suami beragama Islam mengawini perempuan
lain, cukup banyak cara dapat dilakukan seorang suami
untuk menekan istri
agar mau menandatangani surat tersebut.
Kepincangan inilah yang dijadikan
sebagai tolak ukur bagi peneliti untuk
menemukan berbagai keterjaringan kedua karya sastra Mesir dan Indonesia sebagai
korban budaya patriarki.
Pembelaan terhadap pemilikan tubuh dan hak-hak reproduksi perempuan merupakan
tumpuan eksplorasinya. Melalui kedua
tokoh Firdaus dan Nayla dalam novel tersebut.
Kedua tokoh dalam novel Perempuan di
Titik Nol Karya Nawal El Saadawi dengan novel Nayla Karya Djenar Maesa
Ayu, yakni Firdaus dan Nayla dijadikan sebagai fokus dalam penelitian yang akan
dilakukan dengan memaparkan hubungan Intertekstualitas Ketidakadilan Gender
antara kedua novel tersebut. Sehubungan dengan upaya untuk mengetahui wujud
representasi perempuan dalam karya sastra, penelitian ini memfokuskan kajian
terhadap dua buah novel yang ditulis oleh dua pengarang yang memiliki latar
belakang sosial budaya yang berbeda, tetapi mengangkat persoalan yang sama
yaitu perjuangan perempuan untuk ’menjadi tuan’ bagi dirinya sendiri. Kedua
pengarang tersebut adalah Nawal El-Saadawi dengan latar belakang sosial budaya
masyarakat Mesir dan Djenar Maesa Ayu dengan latar belakang sosial budaya
masyarakat Indonesia. Adapun novel yang dimaksud adalah Perempuan di Titik
Nol, yang merupakan terjemahan dari novel Women at point Zero karya
Nawal El-Saadawi dan Nayla karya Djenar
Maesa Ayu.
Berdasarkan
pemaparan di atas, penelitian ini menganalisis hubungan Intertekstual
Ketidakadilan Gender antara novel Perempuan
di Titik Nol Karya Nawal El Saadawi dengan novel Nayla Karya Djenar
Maesa Ayu.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, adapun rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah
“Bagaimanakah hubungan Intertekstual Ketidakadilan Gender Antara Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El Saadawi dengan
Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu?”
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di
atas, adapun tujuan dalam penelitian
ini ialah mendeskripsikan hubungan
Intertekstual Ketidakadilan Gender Antara Novel Perempuan di Titik Nol
Karya Nawal El Saadawi dengan Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya Analisis
Intertekstual Ketidakadilan Gender Antara Novel Perempuan di Titik Nol
Karya Nawal El
Saadawi dengan Novel Nayla
Karya Djenar Maesa Ayu, secara teoretis dan praktis sebagai berikut:
1.4.1
Manfaat Teoretis
Menambah kajian
khasanah tentang sastra
Indonesia, khususnya sastra yang terkait dengan Analisis
Intertekstual Ketidakadilan Gender Antara Novel Perempuan di Titik Nol
Karya Nawal El Saadawi dengan Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu. Serta Sebagai bahan
masukan atau referensi dan pengembangan wawasan terhadap analisis
novel khususnya Analisis
Intertekstual Ketidakadilan Gender
Antara Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El Saadawi dengan
Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu.
1.4.2
Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan ajar atau referensi pada Mata Kuliah Sastra Bandingan.
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB III
PEMBAHASAN
BAB
IV
PEMBAHASAN
Bab
II, Bab III, dan Bab IV Memiliki tingkat kesulitan dan nilai perjuangan
yang tidak dapat ditandingi dengan apapun. JADI, SILAHKAN BERUSAHA
SENDIRI DEMI KEBAIKAN DIRI ANDA TENTUNYA.!! OKE GUYS
BAB
V
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
5.1 Simpulan
Kajian intertekstual antara
novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Saadawi dengan novel Nayla
karya Djenar Maesa Ayu terdapat
berbagai keterjaringan sebagai berikut:
1. Hubungan intertekstual antara kedua konsep gender marginalisasi
sebagai jalinan yang sama tentang penindasan bagi kaum perempuan yang menjadi
objek seksualitas. Persamaan kedua teks sebagai transformasi dengan munculnya
sebagai korban budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai korban
kejahatan kemanusiaan, penindasan dan penekanan atas hak-hak kepemilikan tubuh
perempuan sebagai seorang pelacur dan istri pada tokoh Firdaus, dan sebagai
seorang anak pada tokoh Nayla atas tindakan yang tidak manusiawi oleh Ibu
kandungnya sendiri.
2. Hubungan intertekstual antara kedua konsep gender subordinasi
sebagai jalinan yang sama bahwa adanya anggapan masyarakat yang menilai
perempuan tidaklah pantas untuk menjadi seorang pemimpin dan pengambilan
keputusan baik dalam keluarga maupun masyarakat. Pada novel Perempuan di
Titik Nol karya Nawal El Saadawi oleh tokoh Firdaus yang tidaklah diberi
kesempatan oleh pihak aparat kepolisian untuk mendapatkan kebebasan atas
kejahatan laki-laki di bidang pemerintahan. Firdaus tidak diberi kebebasan oleh
germo-germo yang ingin menguasainya dan tidak menjadikannya seorang majikan
karena tidak ada satupun perempuan di dunia ini yang mampu melindungi dirinya
sendiri apalagi untuk menjadi seorang pemimpin atau majikan. Sedangkan pada
novel Nayla karya Djenar Maesa
Ayu, adanya pemikiran bahwa laki-laki layaknya seekor binatang yang jika
diberikan perlakuan lembut, pastilah binatang itu juga akan berlaku lembut
terhadap kita.
Hubungan intertekstual antara kedua
konsep gender stereotip sebagai jalinan yang sama bahwa adanya anggapan
masyarakat yang menilai perempuan sebagai penyebab utama jika terjadi berbagai
bentuk kejahatan terhadap perempuan, adanya pelabelan negatif yang diberikan
kepada perempuan sebagai penggoda laki-laki jika berlaku tidak adil terhadap
dirinya. Pada novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Saadawi, berbagai
bentuk pelecehan seksual yang diterima oleh Firdaus dengan profesinya sebagai
seorang pelacur menjadi penyebab utama sehingga banyak perlakuan tidak adil
terhadap dirinya oleh laki-laki yang menyakitiya. Dan pada novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu, Nayla juga
sering kali mendapat perlakuan tidak baik dari sahabatnya, bahkan pacarnya
sendiri, tidak diterima dilingkungan keluarganya, karena dia merupakan aib dan
penyakit nyata bagi kaum seusianya.
5.2 Saran – Saran
Dengan penelitian ini,
dikemukakan beberapa saran diantaranya:
1. Sepatutnya uraian dalam tulisan ini tidak hanya sekadar kritik
ilmiah bagi penulis maupun pembaca, tetapi dapat memetik hikmah dan dijadikan
suatu pelajaran berharga dalam menyikapi permasalahan dalam kehidupan.
2. Penelitian semacam ini merupakan motivasi bagi pembaca untuk
mengkaji aspek-aspek lain dari novel berbobot lainnya sebagai suatu motivasi.
Jika perlu ada baiknya kalangan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
membudayakan pengkajian semacam ini sebagai suatu bentuk kegiatan apresiasi.
Dan dapat dijadikan rujukan pada Mata Kuliah Sastra Bandingan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansah, Gatot. 2015. Kajian Intertekstual Novel The Hunger Games Karya Suzanne Collins dan Novel
Divergent Karya Veronica Roth. Universitas
Mataram.
Asnita, Roma Nur. 2010. Kajian Intertekstual dalam Novel, (Online), (http://download.portalgaruda.orgarticle.phparticle/kajian-intertekstual-dalam-novel-ayat-ayat-cinta--karya-habiburrahman-el-shirazy-dengan-novel-dzikir-dzikir-cinta-karya-anam-k,
diakses 12 Juli 2017).
Astina, Juni. 2016. Pengertian Novel, (Online), (https://elmubahasa.wordpress.com/2009/12/06/pengertian-novel/html,
diakses 05 Juli 2017).
Baedowi, Ahmad. 2005. Tafsir Feminis. Bandung: Yayasan Nuansa
Cendekia
Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif dan
Desain Riset. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakrta : INSISTPress
Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi
Sastra. Yogyakrta: Pustaka Pelajar.
Hardjana, Andre. 1994. Kritik Sastra
sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jabrohim, Wulandari. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Masyarakat Poetika Indonesia.
Maesa Ayu, Djenar. 2008. Nayla. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nopramana, Andi. 2015. Kajian
Intertekstual Novel Mahameru karya Qaris Tajudin dengan Legenda Rara Mendut dan Prancitra (Cerita Rakyat Jawa Tengah).
Universitas Mataram.
Oktami, 2015. Jurnal
Stereotip Gender. (Online) (https://repository.usd.ac.id/3802/2/089114146_full.pdf,
diakses pada 06 Juli 2018)
Rizal, Samsul. 2016. Ketidakadilan Gender dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya
Abidah El-Khalieqy dan Kaitannya dengan Pembelajaran di SMA. Universitas
Mataram.
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Sastra
dan Cultural Studies. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_____________________2015. Teori,
Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rimang, Sitti Suwadah. 2011. Kajian
Sastra dan Teori Praktis. Yogyakarta: Aura Pustaka.
Saadawi, Nawal El. 2014. Perempuan di
Titik Nol. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
SINOPSIS NOVEL 1
PEREMPUAN
DI TITIK NOL
Penulis : Nawal el – Saadawi
Tebal
Buku : 176 Halaman
Pengantar : Mochtar Lubis
Penerjemah : Amir Sutaarga
Cetakan : ke-11 (April 2014)
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor --------------------Indonesia
|
Firdaus merupakan seorang
narapidana wanita yang divonis gantung diri karena telah membunuh seorang germo
laki-laki. Firdaus yang merupakan pelacur kelas atas di kota Kairo, menyambut
dengan senang hukuman gantung yang dia dapatkan. Dalam penjara dia menolak
semua pengunjung dan tidak mau berbicara dengan siapapun juga. Biasanya pun dia
tidak menyentuh makanan sama sekali,dan tidak tidur sampai pagi hari. Penjaga
penjara yang setiap hari mengamatinya ketika ia sedang duduk sambil memandang
dengan kosong selama berjam-jam merasa khawatir dengan sikap Firdaus. Bahkan, ia
pun menolak untuk menandatangani permohonan kepada presiden agar hukumannya
dapat diubah. Hingga pada suatu hari, sebelum besok vonis gantung dilaksanakan,
Firdaus meminta bertemu dengan seorang dokter penjara yang selama ini turut
memperhatikan sikapnya. Dalam pertemuannya Firdaus menceritakan kisah hidupnya
sejak masa kecilnya di desa hingga ia tumbuh dewasa.
Sejak kecil Firdaus tumbuh pada
lingkungan yang salah. Bahkan, Firdaus kecil tak mampu mengenali mana ayah dan
ibunya. Firdaus senang bersekolah, dan dia pun berhasil menamatkan SMA. Namun, seketika
itu pula kehidupannya berubah. Istri pamannya menyarankan agar Firdaus
dinikahkan dengan seorang laki-laki yang umurnya lebih tua dari dirinya. Firdaus
pun menuruti apa yang telah diperintahkan kepada dirinya. Namun pernikahan tak
bertahan lama, Firdaus memilih melarikan diri karena tidak tahan dengan
kelakuan suaminya. Dalam pelarianya, Firdaus bertemu dengan beberapa laki-laki
dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan biasa hingga kalangan
pemerintahan.Mereka semua adalah laki-laki yang tak bermoral dan hanya
memanfaatkan dirinya untuk memuaskan nafsu birahinya. Berkali-kali Firdaus
mengalami kekerasan dan penipuan dari orang-orang disekitarnya yang
menimbulkaan kerugian besar bagi hidupnya.
Hingga dia tersadar dan mencoba
menbuat perubahan pada dirinya menuju kehidupan yang lebih baik menjadi wanita
terhormat. Firdaus memanfaatkan ijazah sekolah menengahnya, beberapa surat
penghargaan untuk mencari suatu pekerjaan yang terhormat dan dia pun
mendapatkan kesempatan itu. Beberapa bulan dia bekerja, Firdaus mulai merasakan
perubahan pada dirinya. Dia mampu merasakan hidupnya menjadi lebih bermannfaat
dan merasakan indahnya kehidupan yang tak pernah dia dapatkan. Ketika Firdaus
duduk santai ditaman, melepas lelah setelah bekerja, seorang karyawan yang
bernama Ibrahim menghampirinya. Semenjak pertemuan itu mereka menjadi semakin
dekat. Hingga suatu ketika, saat Firdaus dan Ibrahim duduk dalam satu
mobil saat perjalanan menuju kantor. Firdaus menceritakan kisah hidupnya dari
dia kecil hingga dewasa, begitu pula Ibrahim menceritakan hal yang sama
kepadanya. Semakin sering pertemuan itu terjadi, timbul rasa cinta untuk
Ibrahim. Firdaus merasa nyaman dan bahagia saat bersamanya. Namun rasa itu tak
bertahan lama, setelah mengetahui Ibrahim telah bertunangan dengan anak
presiden direktur.Rasa sedih, kecewa, sakit hati merasuk dalam tubuhnya,hingga
Firdaus memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaannya. Firdaus kembali kepada
pekerjaannya yang terdahulu,namun kali ini dia merasa senang dan nyaman dengan
keadaanya sekarang, karena keuangan dari hasilnya melayani laki-laki
benar-benar ia kelola sendiri. Dan ternyata hasilnya mampu membuat Firdaus
hidup layak. Tetapi,tak bertahan lama, Firdaus kembali menderita setelah
kedatangan germo laki-laki yang merusak kebahagiaanya. Merasa terkekang Firdaus
marah dan memberontak kepada sang germo. Dibunuhnya germo itu dengan tagannya
sendiri. Dia cabik-cabikkan pisau diatas tubuh laki-laki tersebut, lalu pergi
dan ditangkaplah ia oleh polisi karena perbuatannya
SINOPSIS
NOVEL 2
|
NAYLA
Penulis
: Djenar Maesa Ayu
Tebal Buku : 180 halaman
Penerbit :
PT. Gramedia Pustaka Utama
|
Nayla adalah
seorang gadis cilik yang memiliki masa-masa suram dikehidupannya. Kebiasaan
sering mengompol membuat ibunya melakukan tindakan di luar nalarnya. Peniti,
merupakan momok menakutkan bagi Nayla kala itu. Peniti yang telah melukai
kelamin dan menyayat-nyayat hatinya. Pada awalnya ia menangis ketika harus
ditusuk Peniti saat mengompol, akan tetapi pada akhirnya ia kebal untuk
menangis ketika ia harus memilih Peniti lagi dan lagi. Kesakitannya tersebut
menjadikannya seorang yang kuat dan kebal terhadap apapun, terutama hukuman
dari ibunya yang tidak pernah memperlakukannya secara lembut seperti ibu yang
lain. Hingga yang ia sadari dan ia ketahui bahwasanya ibunya adalah wanita
perkasa yang sangat kuat, dirinya pun tak mampu menandingi kekuatan yang
dimiliki ibunya. Ibunya beranggapan bahwa hukuman tersebut ditujukan agar Nayla
segera kapok dan menjadi anak yang sopan, santun, rajin, dan disiplin. Akan
tetapi bagi Nayla, semua perbuatan tersebut menjadikannya sosok yang kebal
terhadap segala hukuman. Bahkan ia semakin percaya akan keperkasaan ibunya
ketika ibunya mampu menaklukkan pacar-pacarnya.
Ketakutan
bertambah menghantui Nayla, ketika Om Indra salah seorang pacar spesial ibunya
datang. Ia disebut pacar spesial bagi Nayla, sebab Om Indra memperoleh
keleluasaan lebih daripada Om-Om yang lain, yang datang ke rumah memberi uang,
kemudian pergi. Oleh ibunya, Om Indra diperkenankan tinggal kapan saja, bahkan
bebas keluar-masuk rumah dengan leluasa. Dari dialah harkat dan martabat Nayla
terenggut. Kali ini Nayla telah menaruh dendam padanya, mahkota mungilnya telah
ia renggut pada saat Nayla berusia sembilan tahun. Usia dimana anak-anak
seharusnya dapat bermain dan bahagia, tanpa adanya tekanan psikologis. Nayla
tidak mampu mengatakan hal itu pada ibunya meskipun ia sangat ingin sekali
memberontak. Menurutnya jika ia mengatakan hal itu pada ibunya, bukan lagi
sebuah Peniti yang akan mengenainya, akan tetapi linggis , suatu benda
tajam, runcing, nan lebih besar daripada Peniti. Akhirnya ia pun membungkam
erat-erat kejadian itu. Nayla menjadi semakin brutal dan tak bisa lagi
dikendalikan oleh ibunya. Dari peristiwa itu sangatlah tampak bahwa perempuan
hanya dipandang sebagai dapur dan batur rumah. Hingga pada
akhirnya, ia ingin tahu keberadaan ayahnya. Ternyata ayahnya adalah seorang
sastrawan dan telah beristri. Bagi ibunya ayahnya adalah mahkluk terkejam
daripada dirinya, sehingga ibunya sangat membenci ayah Nayla.
Ketika Nayla
memutuskan untuk tinggal bersama ayahnya, Nayla hidup layaknya anak seusianya.
Namun sayang, pada saat itu ayahnya sakit keras. Hingga pada suatu hari
ia sangat ingin menunggui ayahnya meskipun dokter telah mengatakan bahwa
kondisi ayahnya telah membaik. Akan tetapi selang beberapa hari, gelar anak
yatim telah disandangnya. Nayla beserta ibu tirinya itu teramat sedih atas
sepeninggal ayahnya. Kesedihan semakin memburuk, ditambah lagi hobinya sering bolos
sekolah, sering tertawa sendiri, dan kadang-kadang berpandangan kosong, membuat
ibu tirinya curiga bahwa ia juga mengkonsumsi narkoba. Tanpa sepengetahuan
Nayla, ibu tirinya telah berkonsultasi dan mendaftarkan dirinya ke pusat
rehabilitasi. Berbagai surat pernyataan telah dikirimkan kepada ibu kandungnya
dan ia menyetujuinya. Akhirnya pada saat pulang sekolah Nayla mendapatkan
panggilan ke pusat rehabilitasi, berbagai wawancara dan surat berita acara yang
telah dibuat oleh kedua ibunya pun sampai kepadanya, namun ia hanya menanggapi
dengan diam. Nayla pun dijebloskan ke pusat rehabilitasi. Selang dua tahun, ia
berhasil melarikan diri dan tinggal bersama teman-temannya yang telah keluar
duluan dari pusat rehabilitasi. Ia pun bekerja di suatu bar dan menjadi juru
lampu serta penari, demi mendapatkan sesuap nasi dan tempat untuk berteduh.
Dari situlah ia bertemu dengan Ben, seorang laki-laki yang usianya jauh lebih
matang daripada Nayla. Ben adalah sosok penyayang dan penyabar yang selalu setia
menemani, menghibur hati, bahkan menerima luapan-luapan emosi Nayla.
Disisi lain, Nayla telah bertemu dengan Juli, dari dialah Nayla menemukan rasa
kasih sayang sosok ibu. Namun bagi Juli, Nayla adalah kekasihnya yang sangat ia
sayangi. Berkat hubungannya tersebut, Nayla memperoleh tempat tinggal dan
kehidupan yang layak, hingga ia mampu membeli sebuah komputer. Ternyata dari
bar, ia menemukan sekelompok teman yang memiliki hobi seperti dirinya, yaitu
dibidang tulis-menulis. Nayla sering bertemu dengan mereka meskipun Juli dan
Ben sering melarangnya bertemu dengan laki-laki lain, hingga pada akhirnya
kedua pacarnya itu meninggalkan Nayla. Bersama gengnya tersebut Nayla sangatlah
akrab dan menimba ilmu yang sangat dalam. Terlebih lagi kepandaian bergaulnya
yang supel mendukung dirinya untuk mengeksplorasi pengetahuan dari arah
manapun. Satu-persatu cerpen dan karya lain Nayla mulai ia kirimkan ke berbagai
media penerbit. Awalnya semua karya tersebut ditolak mentah-mentah oleh
penerbit, karena kefulgaran bahasa dan pemaparan ceritanya. Namun, Nayla
pantang menyerah, ia terus berusaha memperbaiki, mencari solusi, dan meminta
saran dari gengnya tentang tulisannya tersebut. Akhirnya waktu yang ia nantikan
datang, semua kerja kerasnya membuahkan hasil. Karyanya telah berhasil
diterbitkan menjadi sebuah novel dan cerpennya pun dimuat tanpa
menghilangkan kekhasan karyanya. Ibunya pun membaca cerpen Nayla dengan
perasaan marah dan kecewa. Setelah apa yang ia dampakan datang, orderan untuk
membuat skenario maunpun karya-karya lain mulai turut berdatangan.