Rabu, 10 Juli 2019

(SKRIPSI) ANALISIS INTERTEKSTUALITAS KETIDAKADILAN GENDER ANTARA NOVEL PEREMPUAN DITITIK NOL KARYA NAWAL EL SAADAWI DENGAN NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU


MOTTO

Jadilah dirimu. Hidup bukan untuk mendapat pujian orang lain, dan jangan pernah menyamar hanya untuk dipuji, tapi cobalah untuk jujur walaupun tidak selalu dipuji.



PERSEMBAHAN

Ku persembahkan Tugas Akhir Skripsi ku ini kepada orang-orang yang sangat ku cintai :
1.      Kedua Orangtua, sebagai tanda bakti dan hormat atas segala dukungan dan do’a, cinta kasih yang tak terhingga.
2.      Kakak-kakaku tersayang, tiada hari yang paling mengharukan ketika bisa berkumpul dengan kalian. Meski kita sering berselisih paham, tetapi hal itu menjadi warna persaudaraan kita yang tak mungkin dilupakan. Terimakasih atas do’a dan bantuan serta dukungan kalian selama ini.
3.      Sahabat terbaik; Lailatul Apriana, Muhammad Rozi, Moh. Sahid, dan Para teman Seperjuangan Kelas B’13, serta Penghuni BTN Manunggal NC03. Terimakasih karena telah memberikan banyak warna dalam hidupku. Mengenal, dan berada di tengah-tengah kalian adalah Anugerah terindah yang diberikan Allah SWT. Kepadaku.



KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa terpanjatkan ke hadirat Allah SWT yeng telah Melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Intertekstualitas Ketidakadilan Gender Antara Novel Perempuan Dititik Nol karya Nawal El Saadawi Dengan Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu”, Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW. yang telah membimbing kehidupan dari zaman jahiliyah menuju zaman kemuliaan.
Penyusunan Skripsi ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada
1.      Dr. H. Wildan, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
2.      Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Mataram.
3.      Drs. H. Khairul Paridi, M. Hum. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Mataram.
4.      Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5.       Drs. H. Sapiin, M.Si Selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberi petunjuk, arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.
6.      Murahim, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi petunjuk, arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.
7.      Drs. Mari’i, M. Hum. selaku penguji skripsi yang telah menguji dan mengarahkan penulisan skripsi ini.
8.      Dosen Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia  dan Daerah yang telah mengajar dan membimbing peneliti selama perkuliahan.
9.      Kedua orangtua yang selalu berdo’a sepenuh hati, tidak pernah lelah mendidik, dan memberikan cinta yang tulus ikhlas kepada penulis semenjak kecil.
10.  Sahabat dan teman-teman yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis.
11.  Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu, telah banyak memberikan bantuan serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih membutuhkan kritik dan saran  yang sifatnya membangun untuk dapat membantu dalam menyempurnakan skripsi ini. Semoga yang peneliti sajikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan kepada pembaca pada umumnya.
Mataram,        Juli 2018

                                                                                                                                                 Peneliti


ABSTRAK


Masalah utama yang dikaji dalam penelitian ini ialah hubungan Intertekstualitas Ketidakadilan Gender dalam novel Perempan Di Titik Nol karya Nawal El Saadawi dengan novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan Intertekstual ketidakadilan gender antara kedua novel tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan, metode baca, dan metode pencatatan di dalam hal pengumpulan data. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta – fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimanakah hubungan kedua novel tersebut pada aspek Marginalisasi, Subordinasi, dan Stereotip yang akan menekankan  hubungan  intertekstual ketidakadilan gender pada kedua novel. Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian ini dibatasi pada analisis hubungan Intertekstual Ketidakadilan Gender dalam novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El Saadawi dan novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu, yang memfokuskan kajian kepada kedua tokoh dari masing – masing novel tersebut.

Kata Kunci : Intertekstualitas, ketidakadilan gender, novel.

 


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka ragam baik yang mengandung aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, kemanusiaan, keagamaan, moral maupun gender. Adanya daya imajinatif, berbagai realitas   kehidupan yang dihadapi sastrawan itu diseleksi, direnungkan, dikaji, diolah, kemudian diungkapkan dalam karya sastra yang lazim bermediumkan bahasa.
Sastra yang baik selalu memberikan cerminan dari sebuah masyarakat. Sastra merupakan sejarah dan juga tidak dapat dijadikan sumber penulisan sejarah. Akan tetapi, sastrawan yang baik akan selalu berhasil melukiskan dan mencerminkan zaman dan masyarakat. Sastrawan yang baik akan dapat menampilkan pengalaman manusia dalam situasi dan kondisi yang berlaku dalam masyarakat. Karena sastra dan masyarakat saling berkaitan yang merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan.
Di negara ini saja misalnya, pasti akan menemukan banyak persamaan tentang bagaimana cara menyikapi sesuatu yang berhubungan dengan fenomena kehidupan yang dituangkan ke dalam sebuah karya sastra, meskipun tentunya juga akan dijumpai berbagai macam reaksi dan jawaban yang berbeda, akibat dari latar belakang yang berbeda, baik dari kondisi dan situasi masyarakat maupun perorangan, agama, dan sebagainya.
Berkaitan dengan hal tersebut Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El-Saadawi merupakan kisah nyata yang diceritakan oleh perempuan bernama Firdaus dari sel penjaranya, yang di tempat ini menunggu pelaksanaan hukuman mati. Sedangkan pada Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu menceritakan sosok Nayla, adalah kisah fiktif yang penggambaran sosoknya merupakan wanita kuat nan tangguh dalam menjalani kehidupan yang begitu keras.
Pada novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El-Saadawi ini menuangkan tentang masyarakat Mesir sejatinya menggambarkan kehidupan yang sangat mengharuskan seorang perempuan hanya patuh terhadap perintah tuannya, begitu pula yang digambarkan pada novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Namun seiring perkembangan zaman, yang sekarang berada dalam taraf transisi, dan juga dalam proses modernisasi. Masalah nilai-nilai tradisional masih merupakan masalah yang belum terselesaikan, dan malahan di berbagai masyarakat pada taraf ini terasa seakan-akan amat sulit diselesaikan. 
Gender hadir di tengah-tengah percakapan, gurauan, dan juga sering menjadi akar perselisihan. Pengaruh gender tertanam kuat di dalam berbagai instuisi, tindakan, keyakinan, dan keinginan kita sehingga sering kali dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Karena pada dasarnya perempuan sebagai makhluk sosial dan individu diciptakan dengan kedudukan dan peranan yang sejajar dengan laki – laki. Kesetaraan atau kesejajaran tersebut dapat dilihat dari cara para sastrawan dalam mendeskripsikan tokoh dalam novel. Oleh karena itu, tugas sebagai ilmuwan dan peneliti adalah mengungkapkan apa yang sering kali tampak sebagai kebenaran umum, bukan demi menemukan kebenaran yang ada di baliknya, melainkan untuk menjelaskan bagaimana hal tersebut bisa dianggap benar.
Meskipun telah ada undang-undang perkawinan yang mengharuskan untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari istri pertamanya. Jika dia hendak mengawini perempuan lain, tetapi dalam prakteknya ternyata masih dapat terjadi seorang  suami  beragama Islam mengawini  perempuan  lain, cukup  banyak  cara dapat dilakukan  seorang suami  untuk  menekan  istri  agar  mau  menandatangani surat tersebut.
Kepincangan inilah yang dijadikan sebagai tolak ukur bagi peneliti untuk  menemukan berbagai keterjaringan kedua karya sastra  Mesir dan Indonesia  sebagai  korban budaya  patriarki. Pembelaan terhadap  pemilikan  tubuh dan hak-hak reproduksi perempuan merupakan tumpuan eksplorasinya. Melalui kedua  tokoh  Firdaus  dan Nayla dalam novel tersebut.
Kedua tokoh dalam novel Perempuan di Titik Nol Karya  Nawal  El  Saadawi  dengan novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu, yakni Firdaus dan Nayla dijadikan sebagai fokus dalam penelitian yang akan dilakukan dengan memaparkan hubungan Intertekstualitas Ketidakadilan Gender antara kedua novel tersebut. Sehubungan dengan upaya untuk mengetahui wujud representasi perempuan dalam karya sastra, penelitian ini memfokuskan kajian terhadap dua buah novel yang ditulis oleh dua pengarang yang memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda, tetapi mengangkat persoalan yang sama yaitu perjuangan perempuan untuk ’menjadi tuan’ bagi dirinya sendiri. Kedua pengarang tersebut adalah Nawal El-Saadawi dengan latar belakang sosial budaya masyarakat Mesir dan Djenar Maesa Ayu dengan latar belakang sosial budaya masyarakat Indonesia. Adapun novel yang dimaksud adalah Perempuan di Titik Nol, yang merupakan terjemahan dari novel Women at point Zero karya Nawal El-Saadawi dan Nayla  karya Djenar Maesa Ayu.
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini menganalisis hubungan Intertekstual Ketidakadilan Gender antara novel Perempuan  di Titik Nol Karya Nawal El Saadawi dengan novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun  rumusan  masalah  dalam penelitian  ini adalah “Bagaimanakah hubungan Intertekstual Ketidakadilan Gender Antara Novel Perempuan  di Titik Nol Karya Nawal El Saadawi dengan Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu?”
1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, adapun  tujuan dalam  penelitian  ini  ialah mendeskripsikan hubungan Intertekstual Ketidakadilan Gender Antara Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El Saadawi dengan Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu.
1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya Analisis Intertekstual Ketidakadilan Gender Antara Novel Perempuan di Titik Nol Karya  Nawal  El  Saadawi  dengan Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu, secara teoretis dan praktis sebagai berikut:
1.4.1        Manfaat Teoretis
Menambah  kajian  khasanah  tentang  sastra  Indonesia,  khususnya  sastra yang terkait dengan Analisis Intertekstual Ketidakadilan Gender Antara Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El Saadawi dengan Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu. Serta Sebagai  bahan  masukan  atau referensi  dan pengembangan  wawasan terhadap  analisis  novel  khususnya Analisis Intertekstual Ketidakadilan Gender  Antara Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El Saadawi dengan Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu.
1.4.2        Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar atau referensi pada Mata Kuliah Sastra Bandingan.


BAB II
LANDASAN TEORI


BAB III
METODE PENELITIAN


BAB III
PEMBAHASAN

BAB IV
PEMBAHASAN


Bab II, Bab III, dan Bab IV Memiliki tingkat kesulitan dan nilai perjuangan yang tidak dapat ditandingi dengan apapun. JADI, SILAHKAN BERUSAHA SENDIRI DEMI KEBAIKAN DIRI ANDA TENTUNYA.!! OKE GUYS





BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
5.1  Simpulan
Kajian intertekstual antara novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Saadawi dengan novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu terdapat berbagai keterjaringan sebagai berikut:
1.      Hubungan intertekstual antara kedua konsep gender marginalisasi sebagai jalinan yang sama tentang penindasan bagi kaum perempuan yang menjadi objek seksualitas. Persamaan kedua teks sebagai transformasi dengan munculnya sebagai korban budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai korban kejahatan kemanusiaan, penindasan dan penekanan atas hak-hak kepemilikan tubuh perempuan sebagai seorang pelacur dan istri pada tokoh Firdaus, dan sebagai seorang anak pada tokoh Nayla atas tindakan yang tidak manusiawi oleh Ibu kandungnya sendiri.
2.      Hubungan intertekstual antara kedua konsep gender subordinasi sebagai jalinan yang sama bahwa adanya anggapan masyarakat yang menilai perempuan tidaklah pantas untuk menjadi seorang pemimpin dan pengambilan keputusan baik dalam keluarga maupun masyarakat. Pada novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Saadawi oleh tokoh Firdaus yang tidaklah diberi kesempatan oleh pihak aparat kepolisian untuk mendapatkan kebebasan atas kejahatan laki-laki di bidang pemerintahan. Firdaus tidak diberi kebebasan oleh germo-germo yang ingin menguasainya dan tidak menjadikannya seorang majikan karena tidak ada satupun perempuan di dunia ini yang mampu melindungi dirinya sendiri apalagi untuk menjadi seorang pemimpin atau majikan. Sedangkan pada novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu, adanya pemikiran bahwa laki-laki layaknya seekor binatang yang jika diberikan perlakuan lembut, pastilah binatang itu juga akan berlaku lembut terhadap kita.
Hubungan intertekstual antara kedua konsep gender stereotip sebagai jalinan yang sama bahwa adanya anggapan masyarakat yang menilai perempuan sebagai penyebab utama jika terjadi berbagai bentuk kejahatan terhadap perempuan, adanya pelabelan negatif yang diberikan kepada perempuan sebagai penggoda laki-laki jika berlaku tidak adil terhadap dirinya. Pada novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Saadawi, berbagai bentuk pelecehan seksual yang diterima oleh Firdaus dengan profesinya sebagai seorang pelacur menjadi penyebab utama sehingga banyak perlakuan tidak adil terhadap dirinya oleh laki-laki yang menyakitiya. Dan pada novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu, Nayla juga sering kali mendapat perlakuan tidak baik dari sahabatnya, bahkan pacarnya sendiri, tidak diterima dilingkungan keluarganya, karena dia merupakan aib dan penyakit nyata bagi kaum seusianya.
5.2  Saran – Saran
Dengan penelitian ini, dikemukakan beberapa saran diantaranya:
1.      Sepatutnya uraian dalam tulisan ini tidak hanya sekadar kritik ilmiah bagi penulis maupun pembaca, tetapi dapat memetik hikmah dan dijadikan suatu pelajaran berharga dalam menyikapi permasalahan dalam kehidupan.
2.      Penelitian semacam ini merupakan motivasi bagi pembaca untuk mengkaji aspek-aspek lain dari novel berbobot lainnya sebagai suatu motivasi. Jika perlu ada baiknya kalangan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia membudayakan pengkajian semacam ini sebagai suatu bentuk kegiatan apresiasi. Dan dapat dijadikan rujukan pada Mata Kuliah Sastra Bandingan. 





DAFTAR PUSTAKA

Ardiansah, Gatot. 2015. Kajian Intertekstual Novel The Hunger Games Karya Suzanne Collins dan Novel Divergent Karya Veronica Roth. Universitas Mataram.
Asnita, Roma Nur. 2010. Kajian Intertekstual dalam Novel, (Online), (http://download.portalgaruda.orgarticle.phparticle/kajian-intertekstual-dalam-novel-ayat-ayat-cinta--karya-habiburrahman-el-shirazy-dengan-novel-dzikir-dzikir-cinta-karya-anam-k, diakses 12 Juli 2017).
Astina, Juni. 2016. Pengertian Novel, (Online), (https://elmubahasa.wordpress.com/2009/12/06/pengertian-novel/html, diakses 05 Juli 2017).

Baedowi, Ahmad. 2005. Tafsir Feminis. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia

Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif dan Desain Riset. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakrta : INSISTPress
Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakrta: Pustaka Pelajar.
Hardjana, Andre. 1994. Kritik Sastra sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jabrohim, Wulandari. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Masyarakat Poetika Indonesia.

Maesa Ayu, Djenar. 2008. Nayla. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nopramana, Andi. 2015. Kajian Intertekstual Novel Mahameru karya Qaris Tajudin dengan Legenda Rara Mendut dan Prancitra (Cerita Rakyat Jawa Tengah). Universitas Mataram.
Oktami, 2015. Jurnal Stereotip Gender. (Online) (https://repository.usd.ac.id/3802/2/089114146_full.pdf, diakses pada 06 Juli 2018)

Rizal, Samsul. 2016. Ketidakadilan Gender dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El-Khalieqy dan Kaitannya dengan Pembelajaran di SMA. Universitas Mataram.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Sastra dan Cultural Studies. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_____________________2015. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rimang, Sitti Suwadah. 2011. Kajian Sastra dan Teori Praktis. Yogyakarta: Aura Pustaka.

Saadawi, Nawal El. 2014. Perempuan di Titik Nol. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press. 





SINOPSIS NOVEL 1
PEREMPUAN DI TITIK NOL
Penulis         : Nawal el – Saadawi
Tebal Buku  : 176 Halaman
Pengantar     : Mochtar Lubis
Penerjemah  : Amir Sutaarga
Cetakan        : ke-11 (April 2014)
Penerbit        : Yayasan Pustaka Obor --------------------Indonesia
Firdaus merupakan seorang narapidana wanita yang divonis gantung diri karena telah membunuh seorang germo laki-laki. Firdaus yang merupakan pelacur kelas atas di kota Kairo, menyambut dengan senang hukuman gantung yang dia dapatkan. Dalam penjara dia menolak semua pengunjung dan tidak mau berbicara dengan siapapun juga. Biasanya pun dia tidak menyentuh makanan sama sekali,dan tidak tidur sampai pagi hari. Penjaga penjara yang setiap hari mengamatinya ketika ia sedang duduk sambil memandang dengan kosong selama berjam-jam merasa khawatir dengan sikap Firdaus. Bahkan, ia pun menolak untuk menandatangani permohonan kepada presiden agar hukumannya dapat diubah. Hingga pada suatu hari, sebelum besok vonis gantung dilaksanakan, Firdaus meminta bertemu dengan seorang dokter penjara yang selama ini turut memperhatikan sikapnya. Dalam pertemuannya Firdaus menceritakan kisah hidupnya sejak masa kecilnya di desa hingga ia tumbuh dewasa.
Sejak kecil Firdaus tumbuh pada lingkungan yang salah. Bahkan, Firdaus kecil tak mampu mengenali mana ayah dan ibunya. Firdaus senang bersekolah, dan dia pun berhasil menamatkan SMA. Namun, seketika itu pula kehidupannya berubah. Istri pamannya menyarankan agar Firdaus dinikahkan dengan seorang laki-laki yang umurnya lebih tua dari dirinya. Firdaus pun menuruti apa yang telah diperintahkan kepada dirinya. Namun pernikahan tak bertahan lama, Firdaus memilih melarikan diri karena tidak tahan dengan kelakuan suaminya. Dalam pelarianya, Firdaus bertemu dengan beberapa laki-laki dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan biasa hingga kalangan pemerintahan.Mereka semua adalah  laki-laki yang tak bermoral dan hanya memanfaatkan dirinya untuk memuaskan nafsu birahinya. Berkali-kali Firdaus mengalami kekerasan dan penipuan dari orang-orang disekitarnya yang menimbulkaan kerugian besar bagi hidupnya.
Hingga dia tersadar dan mencoba menbuat perubahan pada dirinya menuju kehidupan yang lebih baik menjadi wanita terhormat. Firdaus memanfaatkan ijazah sekolah menengahnya, beberapa surat penghargaan  untuk mencari suatu pekerjaan yang terhormat dan dia pun mendapatkan kesempatan itu. Beberapa bulan dia bekerja, Firdaus mulai merasakan perubahan pada dirinya. Dia mampu merasakan hidupnya menjadi lebih bermannfaat dan merasakan indahnya kehidupan yang tak pernah dia dapatkan. Ketika Firdaus duduk santai ditaman, melepas lelah setelah bekerja, seorang karyawan yang bernama Ibrahim menghampirinya. Semenjak pertemuan itu mereka menjadi semakin dekat. Hingga  suatu ketika, saat Firdaus dan Ibrahim duduk dalam satu mobil saat perjalanan menuju kantor. Firdaus menceritakan kisah hidupnya dari dia kecil hingga dewasa, begitu pula Ibrahim menceritakan hal yang sama kepadanya. Semakin sering pertemuan itu terjadi, timbul rasa cinta untuk Ibrahim. Firdaus merasa nyaman dan bahagia saat bersamanya. Namun rasa itu tak bertahan lama, setelah mengetahui Ibrahim telah bertunangan dengan anak presiden direktur.Rasa sedih, kecewa, sakit hati merasuk dalam tubuhnya,hingga Firdaus memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaannya. Firdaus kembali kepada pekerjaannya yang terdahulu,namun kali ini dia merasa senang dan nyaman dengan keadaanya sekarang, karena keuangan dari hasilnya melayani laki-laki benar-benar ia kelola sendiri. Dan ternyata hasilnya mampu membuat Firdaus hidup layak. Tetapi,tak bertahan lama, Firdaus kembali menderita setelah kedatangan germo laki-laki yang merusak kebahagiaanya. Merasa terkekang Firdaus marah dan memberontak kepada sang germo. Dibunuhnya germo itu dengan tagannya sendiri. Dia cabik-cabikkan pisau diatas tubuh laki-laki tersebut, lalu pergi dan ditangkaplah ia oleh polisi karena perbuatannya




SINOPSIS NOVEL 2 



NAYLA
Penulis        : Djenar Maesa Ayu
Tebal Buku : 180 halaman

 
Cetakan      : ke-6 (Nopember 2006)
Penerbit   :
PT. Gramedia Pustaka Utama
Nayla adalah seorang gadis cilik yang memiliki masa-masa suram dikehidupannya. Kebiasaan sering mengompol membuat ibunya melakukan tindakan di luar nalarnya. Peniti, merupakan momok menakutkan bagi Nayla kala itu. Peniti yang telah melukai kelamin dan menyayat-nyayat hatinya. Pada awalnya ia menangis ketika harus ditusuk Peniti saat mengompol, akan tetapi pada akhirnya ia kebal untuk menangis ketika ia harus memilih Peniti lagi dan lagi. Kesakitannya tersebut menjadikannya seorang yang kuat dan kebal terhadap apapun, terutama hukuman dari ibunya yang tidak pernah memperlakukannya secara lembut seperti ibu yang lain. Hingga yang ia sadari dan ia ketahui bahwasanya ibunya adalah wanita perkasa yang sangat kuat, dirinya pun tak mampu menandingi kekuatan yang dimiliki ibunya. Ibunya beranggapan bahwa hukuman tersebut ditujukan agar Nayla segera kapok dan menjadi anak yang sopan, santun, rajin, dan disiplin. Akan tetapi bagi Nayla, semua perbuatan tersebut menjadikannya sosok yang kebal terhadap segala hukuman. Bahkan ia semakin percaya akan keperkasaan ibunya ketika ibunya mampu menaklukkan pacar-pacarnya.
Ketakutan bertambah menghantui Nayla, ketika Om Indra salah seorang pacar spesial ibunya datang. Ia disebut pacar spesial bagi Nayla, sebab Om Indra memperoleh keleluasaan lebih daripada Om-Om yang lain, yang datang ke rumah memberi uang, kemudian pergi. Oleh ibunya, Om Indra diperkenankan tinggal kapan saja, bahkan bebas keluar-masuk rumah dengan leluasa. Dari dialah harkat dan martabat Nayla terenggut. Kali ini Nayla telah menaruh dendam padanya, mahkota mungilnya telah ia renggut pada saat Nayla berusia sembilan tahun. Usia dimana anak-anak seharusnya dapat bermain dan bahagia, tanpa adanya tekanan psikologis. Nayla tidak mampu mengatakan hal itu pada ibunya meskipun ia sangat ingin sekali memberontak. Menurutnya jika ia mengatakan hal itu pada ibunya, bukan lagi sebuah Peniti yang akan mengenainya, akan tetapi linggis , suatu benda tajam, runcing, nan lebih besar daripada Peniti. Akhirnya ia pun membungkam erat-erat kejadian itu. Nayla menjadi semakin brutal dan tak bisa lagi dikendalikan oleh ibunya. Dari peristiwa itu sangatlah tampak bahwa perempuan hanya dipandang sebagai dapur dan batur rumah. Hingga pada akhirnya, ia ingin tahu keberadaan ayahnya. Ternyata ayahnya adalah seorang sastrawan dan telah beristri. Bagi ibunya ayahnya adalah mahkluk terkejam daripada dirinya, sehingga ibunya sangat membenci ayah Nayla.
Ketika Nayla memutuskan untuk tinggal bersama ayahnya, Nayla hidup layaknya anak seusianya. Namun sayang, pada saat itu ayahnya sakit keras.  Hingga pada suatu hari ia sangat ingin menunggui ayahnya meskipun dokter telah mengatakan bahwa kondisi ayahnya telah membaik. Akan tetapi selang beberapa hari, gelar anak yatim telah disandangnya. Nayla beserta ibu tirinya itu teramat sedih atas sepeninggal ayahnya. Kesedihan semakin memburuk, ditambah lagi hobinya sering bolos sekolah, sering tertawa sendiri, dan kadang-kadang berpandangan kosong, membuat ibu tirinya curiga bahwa ia juga mengkonsumsi narkoba. Tanpa sepengetahuan Nayla, ibu tirinya telah berkonsultasi dan mendaftarkan dirinya ke pusat rehabilitasi. Berbagai surat pernyataan telah dikirimkan kepada ibu kandungnya dan ia menyetujuinya. Akhirnya pada saat pulang sekolah Nayla mendapatkan panggilan ke pusat rehabilitasi, berbagai wawancara dan surat berita acara yang telah dibuat oleh kedua ibunya pun sampai kepadanya, namun ia hanya menanggapi dengan diam. Nayla pun dijebloskan ke pusat rehabilitasi. Selang dua tahun, ia berhasil melarikan diri dan tinggal bersama teman-temannya yang telah keluar duluan dari pusat rehabilitasi. Ia pun bekerja di suatu bar dan menjadi juru lampu serta penari, demi mendapatkan sesuap nasi dan tempat untuk berteduh. Dari situlah ia bertemu dengan Ben, seorang laki-laki yang usianya jauh lebih matang daripada Nayla. Ben adalah sosok penyayang dan penyabar yang selalu setia menemani,  menghibur hati, bahkan menerima luapan-luapan emosi Nayla. Disisi lain, Nayla telah bertemu dengan Juli, dari dialah Nayla menemukan rasa kasih sayang sosok ibu. Namun bagi Juli, Nayla adalah kekasihnya yang sangat ia sayangi. Berkat hubungannya tersebut, Nayla memperoleh tempat tinggal dan kehidupan yang layak, hingga ia mampu membeli sebuah komputer. Ternyata dari bar, ia menemukan sekelompok teman yang memiliki hobi seperti dirinya, yaitu dibidang tulis-menulis. Nayla sering bertemu dengan mereka meskipun Juli dan Ben sering melarangnya bertemu dengan laki-laki lain, hingga pada akhirnya kedua pacarnya itu meninggalkan Nayla. Bersama gengnya tersebut Nayla sangatlah akrab dan menimba ilmu yang sangat dalam. Terlebih lagi kepandaian bergaulnya yang supel mendukung dirinya untuk mengeksplorasi pengetahuan dari arah manapun. Satu-persatu cerpen dan karya lain Nayla mulai ia kirimkan ke berbagai media penerbit. Awalnya semua karya tersebut ditolak mentah-mentah oleh penerbit, karena kefulgaran bahasa dan pemaparan ceritanya. Namun, Nayla pantang menyerah, ia terus berusaha memperbaiki, mencari solusi, dan meminta saran dari gengnya tentang tulisannya tersebut. Akhirnya waktu yang ia nantikan datang, semua kerja kerasnya membuahkan hasil. Karyanya telah berhasil diterbitkan menjadi sebuah novel  dan cerpennya pun dimuat tanpa menghilangkan kekhasan karyanya. Ibunya pun membaca cerpen Nayla dengan perasaan marah dan kecewa. Setelah apa yang ia dampakan datang, orderan untuk membuat skenario maunpun karya-karya lain mulai turut berdatangan.






(SKRIPSI) ANALISIS INTERTEKSTUALITAS KETIDAKADILAN GENDER ANTARA NOVEL PEREMPUAN DITITIK NOL KARYA NAWAL EL SAADAWI DENGAN NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU

MOTTO Jadilah dirimu. Hidup bukan untuk mendapat pujian orang lain, dan jangan pernah menyamar hanya untuk dipuji, tapi cobalah untu...